SPTJM dan Contrarius Actus Dalam Praktek Adminduk
Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri selalu berkehendak memberi pelayanan administrasi kependudukan yang lebih mudah, lebih cepat, dan ujung-ujungnya pelayanan yang membuat masyarakat bahagia. Maka semua persyaratan yang tidak diperlukan lagi dipangkas. Untuk itu, sebagai Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh kerap melakukan “ijtihad hukum” untuk mengatasi kebuntuan serta demi memudahkan pelayanan.
Dalam dialog Ngopi Bareng Prof. Zudan Episode ke-15 bertajuk “Contrarius Actus dan SPTJM” yang disiarkan secara live streaming melalui channel TV Desa dan channel Dukcapil KDN di Youtube, Dirjen Zudan menjelaskan awal mula menetapkan asas contrarius actus yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP).
“Waktu saya menjadi Kepala Biro Hukum di Kemendagri tahun 2012-2013, saya ikut menyusun UUAP ini. Kemudian UU ini saya terapkan ketika menjadi Dirjen Dukcapil pada 2015. Saya teringat asas contrarius actus ini, karena ada satu problema di Dukcapil yang tidak selesai-selesai. Kalau ada kesalahan keputusan hampir semuanya diselesaikan di pengadilan atau minta penetapan pengadilan,” tutur Dirjen Zudan.
Dirjen Zudan pun berkisah, pernah ada kasus dibuat akta kelahiran dari pasangan suami istri yang sama menikah untuk kali kedua. Suami berstatus duda ini membawa anak kemudian menikah dengan seorang janda yang tidak punya anak. Kemudian diam-diam sang suami membuatkan akta kelahiran anaknya sebagai anak kandung suami-istri tersebut. Istrinya tidak tahu suaminya membuat akta itu. Selang 10 tahun kemudian baru sang istri tahu, akta kelahiran anak ini salah. Sebab, yang bersangkutan bukan ibu kandung si anak.
“Akhirnya dibuat uji DNA, ternyata memang tak ada hubungan identik. Kemudian hasil lab uji DNA itu dibawa ke Dinas Dukcapil. Di sinilah kita bisa membuat perubahan akta kelahiran atau pembatalan akta dengan asas contrarius actus. Tidak perlu dengan penetapan pengadilan. Karena ada bukti baru bahwa akta kelahirannya salah, maka pejabat yang menangani ini bisa membatalkan akta kelahiran tersebut,” jelas Dirjen Zudan.
Lebih mendalam Dirjen Zudan menjelaskan, asas Contrarius Actus dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) adalah konsep hukum administrasi dan hukum perdata yang diaplikasikan ke dalam praktek hukum riil.
“Dari asas dimasukkan ke dalam praktek. Dari dunia langit menuju dunia bumi atau dari alam harapan menuju alam kenyataan. Jadi dengan contrarius actus ini pejabat yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang membatalkan.”
Contrarius actus adalah konsep hukum administrasi yang menyebutkan siapa pejabat tata usaha negara yang membuat keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang mengubah, mengganti, mencabut atau membatalkan dokumen yang dibuatnya.
Katakanlah, dulu Pak Ahmad menjadi Kadis Dukcapil membuatkan akta kelahiran. Lima tahun kemudian terbukti bahwa akta kelahiran yang diteken Pak Ahmad salah. Pak Heru sebagai pejabat Kadis Dukcapil berikutnya boleh mengubah, mengganti, mencabut atau membatalkan akta kelahiran yang salah tadi.
“Jadi asas ini bicara pejabat. Yakni dalam konteks kedudukan jabatan, bukan orangnya. Jadi para kepala dinas Dukcapil jangan bertanya lagi kenapa yang membuat adalah pejabat lama, kok saya yang membatalkan,” tegas Dirjen Zudan.
Inilah asas keberlanjutan penyelenggaraan pemerintahan. “Maka untuk melanjutkan jalannya pemerintahan, pejabat berikutnya wajib melanjutkan sepanjang regulasinya belum berubah,” kata Dirjen menambahkan.
Di Indonesia, kata Prof. Zudan, banyak kasus seperti ini. Ada cucu dimasukkan dalam KK kakek neneknya sebagai anak. Suatu ketika ortunya sudah mapan anaknya ditarik kembali.
“Maka yang seperti ini diproses dengan asas contrarius actus. Jadi ketika ada kesalahan faktual yang nyata maka asas ini bisa diterapkan. Asas contrarius actus dari UUAP kemudian diturunkan ke dalam Perpres No 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 89 Perpres 96/2018,” jelas Dirjen Zudan.
Dari aspek politik hukum, UUAP dimaksudkan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
“Kita ingin tata pemerintahan di Indonesia menjadi lebih responsif, lebih tanggap, akuntabel, termasuk menciptakan pelayanan publik yang menjadi lebih cepat menyelesaikan masalah serta ada perlindungan hukum bagi masyarakat dan bagi aparaturnya,” paparnya.
Dengan Perpres 96/2018 ini Dukcapil menjadi lebih mudah dalam menjalankan tugas-tugas Adminduk. Dasar hukumnya pun kuat. Ada di UUAP dan Perpres No. 96 Tahun 2018.
“Sekarang tinggal keberanian para Kadis Dukcapil untuk melaksanakan dasar aturan yang sudah ada itu dengan bukti-bukti pendukung yang kuat.”
Apa bukti pendukung itu? Di Indonesia banyak lembaga berwenang untuk menerbitkan dokumen. Misalnya, nama di KTP dengan nama di ijazah berbeda.
Bolehkah pejabat di Dukcapil membatalkan nama yang ada di KTP dengan mendasarkan nama yang ada di ijazah? Dirjen Zudan menjawab: Boleh. Dasarnya lagi-lagi asas contrarius actus karena dokumen lembaga lain.
“Termasuk mengubah akta kelahiran. Misalnya nama di akta kelahiran Muh. Yamin. Nama di ijazah ditulis Muhammad Yamin, orangnya sama. Maka nama di akta kelahiran boleh diubah mengikuti nama di ijazah,” begitu kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh.